أسرة الطلبة الأتشيين بالسودان

RSS
KELUARGA MAHASISWA ACEH (KMA) SUDAN Po. Box 12146 Khartoum Sudan 12223 E-mail: kma.sudan@gmail.com Mobile: +249927876016

Sabtu, 15 Januari 2011

Surat Cinta Untukmu

Oleh: Liza Hanim

Gbr: vehemment.blogspot.com
Ukhti shalihah, aku senang jika suratku ini telah sampai ke tanganmu. Perbedaan jarak membuat kita jarang bertemu, sulit berkomunikasi. Padahal tatap muka adalah cara yang paling bagus untuk mempererat hubungan. Silaturrahmi merupakan sunnah Nabi yang dapat memudahkan rizki dan memanjangkan umur.
Melalui surat ini aku coba memahami nuansa hatimu saat ini. Kau mulai lelah dan malu menyandang predikat wanita muslimah, itu yang kusimpulkan dari surat terakhirmu.
"Gerah ,panas", itu jawabmu dulu saat kutatap heran penuh tanya. Kerudungmu mulai singkat. Pakaianmu terlihat lebih sempit dan menempel di badan. Aku hanya bisa menarik nafas panjang agar dada tidak terasa semakin sesak. Menurutku kau mulai lupa dengan apa yang telah kita pelajari dulu di bangku sekolah. "Manusia dihimpun di padang mahsyar dengan jarak matahari sejengkal di atas kepala".
"Berarti sangat panas dong ustad?", tanyamu tiba-tiba, yang menurutku bukan sebuah pertanyaan tapi lebih tepat kalimat pernyataan yang membutuhkan penjelasan. "Bukan hanya panas tapi membakar seluruh tubuh, meleleh seluruh otak. Kesengsaraan yang belum pernah dirasakan di dunia. Hanya yg beriman yang akan mendapat naungan."
"Berarti panas berhijab sekarang ini belum seberapa dengan akhirat nanti", lirih kau bergumam. Kutarik bibirku kesamping beberapa senti, kau memang cerdas ukhti, aku membatin.
Keimanan memberikan ketenangan batin yang tak ternilai. Kenyamanan jiwa yang tidak membutuhkan sandaran selainNYA. Kalau engkau tahu neraka jahannam itu jauh lebih panas, mengapa engkau tak sanggup bersabar dengan panas dunia yang tak seberapa.
 ukhti…
Janganlah engkau terpedaya dengan wanita-wanita jahiliyah modern yang menghalalkan tabarruj. Berpakaian seronok, buka-bukaan, bergerak bebas dengan dalih emansipasi. Padahal yang sebenarnya mereka adalah dajjal-dajjal yang ingin mengembalikanmu ke abad kegelapan sebelum Islam bersembunyi di balik cover peradaban. Modernisasi dan kebebasan, mereka adalah firaun-firaun gaya baru yang mencoba menjauhkanmu dari nilai-nilai Din yang suci, melemparkanmu ke lembah nista dan kehinaan.
Kecantikan hakiki wanita musimah tidak diukur pada kebagusan fisik atau bentuk tubuh yang menarik. Tapi, jauh lebih mulia dari itu, keterpautan hati pada sang Khalik, keimanan yang kuat dan ketaatan terhadap segala titah dan ketetapan-Nya.
Bukankah Allah telah membuat ketetapan hukum yang jelas untuk kita pahami dan amalkan, "Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan( yang lain)bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa  mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (Q.s Al ahzab:36)
Ukhti….aku tak sanggup membendung air mata ketika sampai bacaanku pada bait kalimat dari suratmu, " Sekarang aku baru terbuka mata memahami agamaku dengan lebih adil dan tidak bersifat radikal seperti yang dilakukan oleh sekelompok islam. Yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai agama, berpegang pada ketauhidan ahli sunnah dan memuliakan kaum wanita. Tapi, nyatanya mereka tak ubahnya seperti umat yang hidup pada masa jahiliyah. Mengagung-agungkan kaum laki-laki sebaliknya mendiskriminasi kaum perempuan dan bahkan dikuburkan hidup-hidup. Lihat saja pada peraturan yang mereka buat, seluruh tubuh wanita dikatakan aurat hanya sebagian kecil saja yang boleh terlihat”.
“Lalu dimana juga keindahan. Katanya Allah itu indah dan suka keindahan. Para istri harus menetap di rumah, melayani suami dari bangun tidur sampai tidur lagi. Mulai dari urusan dapur, menyediakan menu kesukaan suami. Rela melawan kantuk hanya untuk menyiapkan sarapan pagi, sampai urusan mengurus anak-anak dari sebelum mereka lahir hingga beranjak dewasa. Belum lagi menyuci, menyetrika, membersihkan rumah, membantu menambah perekonomian keluarga jika suami kurang mampu, dan masih banyak lagi yang lain yang dibebankan ke atas pundak kaum wanita”.
“Selain itu mereka juga diharuskan minta izin jika hendak keluar rumah. Tapi, mengapa para laki-laki boleh keluyuran kemana mereka suka tanpa perlu minta persetujuan para istri. Aku semakin tak mengerti, hukum keadilan mana yang menjadi patokan hukum waris dalam pembagian harta warisan. Mengapa bagian perempuan jauh berbanding laki-laki, padahal di zaman sekarang ini perempuan juga bekerja sama halnya laki-laki?”
Ukhti…
Sampai disini aku terisak, tak sanggup meneruskan, kesedihan yang sangat mendalam. Suratmu yang kusangka berisikan kerinduan, ternyata penuh dengan hujatan-hujatan. Engkau mempertanyakan keabsahan hukum Islam yang dulunya pernah kau agung-agungkan. Kau yang pernah begitu keras menentang kaum feminisme, gender, emansipasi ala western dan entah apa lagi namanya. "Rasulullah Muhammad Saw manusia pertama  yang mendongkrak martabat kaum hawa. Dari bawah kaki kaum adam menjadi pendampingnya. Dari belakang punggungnya menjadi termulia dengan kalimatnya, "Aljannatu tahta aqdamil ummahat"(syurga di bawah telapak kaki ibu). Ini yang sering kudengar dari tausiah-tausiahmu saat mengisi kajian ibu-ibu dan akhwat-akhwat remaja waktu kita masih bersama dulu. Suratmu kali ini lebih kurasakan sebagai protes akan ide-ideku dan ketidak puasanmu terhadap sekelompok ummat. Aku merasa kita sudah semakin jauh,rinduku terkatung…
Ukhti shalihah…
Melalui surat ini aku ingin bertanya, "Benarkah ini dari hatimu? Ataukah hanya bentuk pemberontakan terhadap perjalanan hidup yang dipenuhi kerikil yang telah dan sedang kau jalani?" Aku mengenalmu lebih dari diriku. Jika cobaan demi cobaan kau lalui, musibah dan ujian tiada henti, bukan berarti su’udhon pada Allah menjadi solusi. Apakah kau benar-benar lupa pada ayat faforitmu (istilah candamu) yang dulu sering menjadi bacaan ayat ustad kita dalam shalat? " Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata," kami telah beriman",padahal mereka tidak diuji?" (Q.S. Al ankabut:2  )
Aku masih ingat hasil kajian kita bersama almukarram pimpinan Dayah, ustad Ali Khumaini beberapa tahun yang lalu. Islam bukan agama yang kejam, tapi ia Din yang lembut dan toleran. Hukum-hukumnya bersifat harakah (dinamis) dan tidak memaksa kehendak. Tidak ada satupun hukum syariat yang memberikan dampak negatif dari pelaksanaannya. Bahkan ia memiliki maqasid, diantaranya: muhafadhatun nafsi (memelihara jiwa/diri) dan muhafadhatul 'aqli (memelihara akal).
Ukhti…aku pikir kau belum terlalu jauh melupakan ini semua. Otakmu yang cerdas masih terlalu kuat untuk mengingat diskusi yang berlangsung cukup  alot sekitar dua belas tahun yang lalu. Kita membahas tentang "Hijab wanita Muslimah dan Kemuliaannya". Kau yang vocal tak terhitung lagi berapa kali angkat tangan untuk memberi pendapat, "Islam tidak pernah memenjarakan wanita dalam hijabnya. Justru melindungi posisi dan muru-ahnya dari pandangan laki-laki nakal dan perlakuan-perlakuan yang tak wajar. Hijab membedakan sosok wanita muslimah dengan wanita kafir. Suara lantangmu disambut riuh setuju oleh semua yang hadir. Aku tersenyum, menatapmu penuh cinta. Aku bangga menjadi sahabat dan sekaligus saudaramu.
Ukhti…
Tentang ilmu waris, aku yakin kau masih sangat hafal ayat 11 dan 12 dari surat Annisa. Allah Maha tahu tentang keadilan. Kaum Adam yang diciptakan lebih kuat dari kaum hawa, mendapat tanggung jawab lebih besar. Kewajiban melindungi dan menafkahi keluarga ada di pundak mereka. Mereka juga harus bekerja banting tulang untuk menghidupi anak isteri. Jadi, sangat wajar kalau bagian warisan mereka dua kali dari perempuan. Lagian bagian mereka nantinya juga menjadi hak anak dan isterinya. Beda dengan perempuan yang sepenuhnya menjadi hak miliknya.
Cobalah menilai dengan hati bersihmu, ukurlah segala sesuatu dengan syariat. Benarkah Islam memperbudak kaum wanita dengan pekerjaan rumah tangga? Bukankah pertarungan antara hidup dan mati saat melahirkan senilai dengan jihad? Bukankah keikhlasannya menyiapkan segala keperluan keluarga membuat dosa-dosa berguguran dari jemarinya? Lalu dimanakah kalimat Allah dan RasulNya yang melarang seorang suami mengerjakan pekerjaan rumah tangga? Bukankah tercatat dalam sejarah bahwa Rasulullah Saw menjahit dan menambal pakaiannya yang robek dengan tangannya sendiri?  Subhanallah…indahnya bersama Islam
Tak ada yang diragukan, Islam diturunkan sebagai rahmatan lil'alamin. Aku berharap dari tulisanku ini kau dapati kembali keteguhan hati yang tampak mulai goyah. Terlahir sebagai seorang wanita adalah kemuliaan. Ditakdirkan menjadi seorang muslimah adalah kebanggaan. Mari kembali berjuang, semoga kalimat-kalimatku menjadi penawar rindumu untukku…rindu kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar Anda

Site Info

Foto saya
Tapeubeudoh Marwah Bangsa..!!

Pengikut

Tapeubeudoh Marwah Bangsa...
PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia
Blog Directory & Search engine
PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia