أسرة الطلبة الأتشيين بالسودان

RSS
KELUARGA MAHASISWA ACEH (KMA) SUDAN Po. Box 12146 Khartoum Sudan 12223 E-mail: kma.sudan@gmail.com Mobile: +249927876016

Jumat, 24 Februari 2012

HAM DALAM PERSPEKTIF DUHAM (UDHR) DAN ISLAM[1]


Smber Gambar
Oleh: Asy'ari bin Darwis

A.    Definisi HAM
Hak Asasi adalah hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak perlindungan.[1]
Musthafa Kamal Pasha menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dibawa oleh setiap manusia yang dibawa semenjak lahir (hidup) yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Allah SWT.[2]

Ahmad al-Rasyid menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki setiap individu manusia, hak tersebut harus dilindungi dan terpenuhi oleh setiap individu dan masyarakat tanpa membedakannya dari segi jenis, warna kulit, aqidah, asal-usul atau perbedaan lainnya.[3]
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa semua manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki derajat dan martabat yang sama sehingga manusia ini sederajat tanpa membedakan ras, agama, etnis, sosial dan budayanya. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diciptakan-Nya, maka manusia di hadapan Allah adalah sama kecuali pada amal dan taqwanya.[4] HAM yang melekat pada diri setiap manusia tidak bisa dibeli, dijual atau diwarisi, oleh karena itu setiap manusia harus saling menghargai dan tidak boleh melanggar HAM yang dimiliki oleh manusia lainnya.
Hak asasi bukan sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan duniawi melainkan adi duniawi. Tuhan menciptakan manusia sebagai sebaik-baiknya ciptaan. Oleh karenanya manusia memiliki klaim atas dirinya yang tidak bisa diperlakukan semena-mena oleh pihak manapun. Posisi manusia di hadapan Tuhan setara, oleh sebab itu kesetaraan ini membuat manusia harus saling menghormati hak satu sama lainnya dan memahami bahwa hak yang dinikmatinya tidak boleh melanggar hak orang lain.[5]
Akar religius hak alamiah perlahan pupus di tangan para pemikir pencerahan. Para pemikir itu kemudian berbicara tentang hak alamiah bukan sebagai pemberian Tuhan melainkan melekat pada manusia karena kemanusiaannya.[6]
Karena hak asasi manusia merupakan pemberian dari Tuhan, maka sepantasnyalah manusia dalam mengaktualisasikan hak-haknya tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Sang pemberi hak asasi dan juga menggunakan haknya tersebut dalam kebebasan yang ‘terbatas’ artinya tidak boleh mengganggu hak-hak orang lain.

B.     Sejarah Lahirnya UDHR (DUHAM)
Perjuangan menyangkut HAM dapat dilihat dari sejarah perjuangan bangsa Eropa dengan lahirnya Piagam Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang merupakan embrio lahirnya kovensi HAM. Piagam Magna Charta yang pada intinya merumuskan tentang pembagian kekuasaan antara raja dan bangsawan. Setelah lahirnya Magna Charta, akhirnya pada tahun 1689 lahir pula di Inggris piagam "Bill of Right" sebagai piagam tentang HAM yang merupakan hasil perjuangan panjang dari rakyat untuk memantapkan perjuangan HAM. Perjuangan ini tidak saja terjadi di Inggris tetapi juga di Amerika dengan lahirnya "Virginia Declaration of Rights" (1776) sebagai tindak lanjut dari adanya "Declaration of Independen" (1776). Baru pada tahun 1791 Amerika Serikat mengadopsi Bill of Rights yang memuat daftar hak-hak individu. Setelah itu diikuti Perancis dengan lahirnya "Declaration des Droits del'homme et du Citoyen" (Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara) tahun 1789.[7]
Perjuangan tentang HAM ini terus berlangsung sampai pada puncaknya setelah selesai Perang Dunia ke II, dimana dengan terjadinya perang ini harkat martabat manusia hancur berantakan sebagai akibat perperangan. Hal ini membuat masyarakat internasional tersentak dan berupaya bagaimana caranya agar hak-hak dasar manusia ini bisa diselamatkan, dihormati, dilindungi, dipenuhi dan ditegakkan. Akhirnya setelah berakhirnya Perang Dunia ke II, pada tahun 1945 terbentuklah United Nation (PBB) sebagai ganti dari League of Nation (LBB). Setelah dibentuk maka PBB bekerja untuk memulihkan struktur masyarakat yang porak poranda akibat perperangan. Maka tepat pada tanggal 10 Desember 1948 lahirlah "Universal Declaration of  Human Rights" yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), yang memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan HAM.[8]
 
C.    Reaksi Negara-negara Islam terhadap UDHR
Adapun reaksi negara-negara Islam terhadap UDHR secara garis besar dibagi kepada tiga kelompok yaitu:
1.     Menolak secara menyeluruh karena mereka menilai ada isinya yang bertentangan dengan Islam. Kelompok ini beranggapan bahwa HAM versi barat berlandaskan sekularisme yang isi pasal di dalamnya banyak yang  bertentangan dengan aturan Islam dan juga deklarasi ini tidak mampu mengayomi kultur budaya, agama dan etnis di dunia ini. Adapun negara yang menolak secara total adalah Arab Saudi dan Iran.
2.     Menerima sejauh tidak bertentangan dengan prinsip Islam, hal ini dilakukan oleh negara Mesir.
3.     Menerima serta mendukung sepenuhnya yaitu negara Pakistan, Tunisia dan Turki.
Lahirnya UDHR dan berbagai kovenan lain tentunya akan melahirkan konflik berkenaan dengan penerapannya bagi negara-negara di berbagai belahan dunia. Hal ini dikarenakan kovensi ini hanya dirancang oleh sebagian orang dan memakai standar ideologi barat. Hal ini jelas tidak mewakili aspirasi dari berbagai bangsa dan agama di dunia. Dan tentu saja akan sangat sulit diterapkan terutama bagi negara-negara Islam dengan latar belakang ideologi, sosial, dan kultural yang berbeda dengan barat.
Permasalahan tersebut mendorong berbagai masyarakat beragama di seluruh dunia mengusulkan agar deklarasi dan konvenan yang mencakup hak-hak sipil dan politik, serta konvenan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya direvisi dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan konsep-konsep berdasarkan agama, baik spritualitas maupun tanggung jawab. Peluncuran acara "Project on Religion and Human Right" pada bulan Juli tahun 1993 di New York merupakan tonggak penting dalam hal ini. Perkembangan selanjutnya adalah revisi deklarasi pada ulang tahun ke 50 deklarasi dan ulang tahun ke 50 Fakultas Religious Studies di Universitas McGill, Montreal. Revisi itu menghasilkan dokumen yang disebut "Universal Declaration of Human Rights by the World Relegions". Acara ini dilanjutkan di berbagai tempat seperti di California, New York, Durban, Barcelona, dan Paris pada acara UNESCO. Dan di Genting Highland-Malaysia pada bulan November 2002. Pertemuan terakhir itu menghasilkan usulan baru Deklarasi Universal dengan beberapa komentar yang mempresentasikan dunia agama. Ini sekedar menunjukkan bahwa deklarasi yang dianggap 'universal' itu ternyata masih belum mampu mengakomodir aspirasi agama-agama. Hal ini berarti bahwa diperlukan suatu deklarasi yang adil, yang memberi hak dan pengakuan kepada individu dan juga kelompok, khususnya institusi agama dan Negara untuk memberi makna tentang hak, kebebasan, moralitas, keadilan dan kehormatan, sekaligus mempraktekkannya dalam kehidupan nyata yang beradab.[9]
Piagam Organisasi Konferensi Islam (OKI)[10] menyebutkan dalam mukaddimahnya bahwa para anggotanya “menegaskan kembali komitmen mereka kepada piagam PBB dan hak asasi manusia”. Namun ternyata pada tahun 1990 OKI mengeluarkan Deklarasi Kairo tentang HAM dalam Islam yang berbeda secara signifikan dengan standar piagam HAM internasional. Akan tetapi tidak dijelaskan bagaimana deklarasi ini didamaikan dengan berbagai kewajiban para anggota OKI dalam meratifikasi perjanjian HAM internasional atau mengenai ketentuan hak konstitusional individual mereka yang dalam banyak hak sama dengan norma internasional.[11]
Sikap penolakan sebagian negara muslim terhadap UDHR yang dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi faktor lahirnya deklarasi HAM versi Islam.
Formulasi paling terkenal tentang HAM versi Islam adalah “Deklarasi universal tentang HAM dalam Islam (al-bayan al-‘alam ‘an huquq al-insan fi al-Islam). Deklarasi ini diundangkan pada September 1981 di Paris.[12]
Deklarasi ini dipersiapkan oleh beberapa pemuka muslim dari Mesir, Pakistan, dan Arab Saudi di bawah pengawasan Islamic Council of Europe (Dewan Islam Eropa) yang merupakan sebuah organisasi swasta bermarkas di London dan berafiliasi pada Liga Dunia Islam. Deklarasi ini memuat 23 pasal Hak Asasi Manusia menurut Islam.[13]
Selain itu ada juga deklarasi Kairo yang berjudul Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dalam Islam (Wathiqah huquq al-insan fi al-Islam) tahun 1990 setelah perundingan selama 13 tahun di antara negara OKI. Deklarasi (25 pasal) ini tidak terlalu jauh berbeda dengan deklarasi sejenis yang diundangkan sebelumnya di Paris.[14]
Selain itu Liga Arab pada tanggal  15 September 1994 dalam pertemuannya di Cairo-Mesir, mengeluarkan sebuah Charter yang disebut "Arab Charter of Human Right". Charter ini terdiri dari 39 pasal yang menyangkut berbagai hal yang lebih lengkap dari apa yang terdapat dalam UDHR (DUHAM).[15]

D.    Kontroversi Pasal-Pasal UDHR
Bagi umat Islam dan negara-negara Islam, UDHR secara umum dapat diterima, namun sejak awal yang menjadi masalah bagi umat Islam adalah pasal 16 tentang perkawinan beda agama dan pasal 18 tentang hak mengganti agama.
Hamka sampai pada kesimpulannya mengatakan bahwa "setelah membaca pasal-pasal dalam DUHAM, bahwa semua pasal itu enak buat dibaca, meskipun anggota-anggota PBB itu sendiri masih banyak yang belum menjalankannya. Tetapi ayat 1 dari pasal 16 dan pasal 18 tidak bisa saya terima,” tulis penulis Tafsir al-Azhar ini.
 Selanjutnya Hamka menjelaskan sikapnya: ”Sebab apa saya tidak dapat menerimanya? Sebab saya orang Islam. Yang menyebabkan saya tidak dapat menerimanya ialah karena saya jadi orang Islam, bukanlah Islam statistic. Saya seorang Islam yang sadar, dan Islam saya pelajari dari sumbernya; al-Qur’an dan al-Hadits. Dan saya berpendapat bahwa saya baru dapat menerimanya kalau Islam ini saya tinggalkan, atau saya akui saja sebagai orang Islam, tetapi syari’atnya tidak saya jalankan atau saya bekukan.”[16]  
Dalam pasal 16 UDHR disebutkan bahwa:
1.      Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
2.      Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
3.      Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 16 ayat 1 ini jelas sekali sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kalimat "dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama" merupakan suatu kalimat yang bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islam.
Para ulama sepakat menyatakan bahwa perempuan muslim tidak halal menikah dengan laki-laki bukan muslim, baik dia musyrik maupun ahl al-kitab. Pendapat mereka ini didasarkan pada firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 221 dan al-Mumtahanah ayat 10. Tidak ada nash yang mengecualikan ahli kitab bagi perempuan dari hukum ini sebagaimana pengecualian bolehnya menikahi ahl kitab bagi laki-laki. Karena itulah hukum haram ini telah menjadi kesepakatan kaum muslimin.[17] Seseorang yang dengan sengaja melakukan pernikahan beda agama, maka pernikahannya dianggap tidak sah menurut ajaran Islam.
Demikian juga pasal 18 yang menyatakan bahwa " Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri."
Kalimat "kebebasan berganti agama atau keyakinan" pada pasal 18 ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, yang mana dalam Islam seorang muslim dilarang untuk keluar (murtad) dari agama Islam. Dan bagi yang murtad akan dikenakan hukuman had.[18]
Problem ini telah sejak awal disadari oleh umat Islam. Konon Muhammad Zafrullah Khan dari Pakistan dan Jamil al-Barudi dari Saudi Arabia telah memperdebatkan pasal ini.[19] Dan juga pada tahun 1981, perwakilan Iran untuk Amerika Serikat, Said Rajaie-Khorassani, mengeluarkan pendapat atas posisi negaranya mengenai Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dengan berkata bahwa UDHR adalah "sebuah pemahaman sekular dari tradisi Yahudi-Kristen", yang mana tidak bisa diimplementasikan oleh muslim tanpa melalui hukum-hukum Islam.[20]

E.     Sejarah lahirnya konsep HAM dalam Islam
Jika Eropa baru meneriakkan masalah HAM pada abad ke 13,[21] justru di dunia Islam permasalahan mengenai HAM telah lama ada. Konsep HAM dalam Islam telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan hal ini juga terlihat dalam Piagam Madinah dan Khutbah Wada'.
Kedua naskah tersebut merupakan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan permasalahan HAM, bahkan kalau kita melihat persoalan HAM dalam sejarah Islam, tidak lagi hanya terbatas pada tataran teoritis, akan tetapi telah berhasil diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Piagam Madinah yang menjadi undang-undang baik bagi orang Islam, Yahudi maupun penduduk lain yang hidup pada wilayah negara Madinah. Piagam Madinah ini dibuat pada masa awal pemerintahan Islam di Madinah (sekitar awal abad ke 7 M) yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.
Piagam ini mampu mengayomi seluruh komponen penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Sehingga terwujudnya persatuan dan rasa ketentraman di Madinah. Piagam ini berhasil melindungi hak-hak seluruh penduduk Madinah dan HAM bisa ditegakkan tanpa membedakan ras, agama, kasta dan suku bangsa.
Di tengah-tengah pluralitas masyarakat seperti itu Nabi Muhammad berhasil membangun tatanan kehidupan bersama yang dapat menjamin hidup berdampingan secara damai, dan sejahtera. Nabi Muhammad mempererat persaudaraan Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah, sedangkan terhadap non muslim, beliau mempersatukannya atas ikatan social, politik dan kemanusiaan.[22]
Dalam Piagam Madinah memuat tentang HAM yang meliputi beberapa hal secara garis besar di antaranya adalah:
2        persamaan dan perlindungan yang dimiliki oleh orang muslim dan non muslim, meliputi persamaan hak hidup, hak keamanan jiwa, hak perlindungan, hak membela diri, persamaan tanggung jawab dalam mempertahankan kota Madinah, persamaan memukul biaya perang bila diperlukan, persamaan hak kebebasan dalam memilih agama dan keyakinan.
3        Hak kebebasan yang meliputi kebebasan dari perbudakan, kebebasan beragama, kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari rasa takut, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan bergerak, kebebasan dari penganiayaan.[23]
Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada` (perpisahan) yang bertepatan dengan pelaksanaan wukuf di Arafah pada tanggal 19 Dzulhijjah 11 H, yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim yaitu: "Jiwamu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah sesuci hari ini. Bertakwalah kepada Allah dalam hal istri-istrimu dan perlakuan yang baik kepada mereka, karena mereka adalah pasangan-pasanganmu dan penolong-penolongmu yang setia. Tak ada seorang pun yang lebih tinggi derajatnya kecuali berdasarkan atas ketakwaan dan kesalehannya. Semua manusia adalah anak keturunan Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah liat. Keunggulan itu tidak berarti orang Arab berada di atas orang nonArab dan begitu juga bukan nonArab di atas orang Arab. Keunggulan juga tidak dipunyai oleh orang kulit putih lebih dari orang kulit hitam dan begitu juga bukan orang kulit hitam di atas orang kulit putih. Keunggulan ini berdasarkan atas ketakwaannya" [24]
Dalam sejarah Islam juga dapat dilihat bagaimana teguhnya sikap para khalifah al-Rasyidin dalam melindungi dan menegakkan HAM tanpa membedakan agama, etnis dan kedudukan jabatan.

F. Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dalam Islam
Adapun Hak Asasi Manusia dalam Islam (HAM) yang telah diatur dalam Islam meliputi:
1.      Hak hidup
2.      Hak untuk bekerja dan memperoleh imbalan
3.      Hak milik
4.      Hak perlindungan kehormatan
5.      Hak keamanan dan kesucian kehidupan pribadi
6.      Hak keamanan kemerdekaan pribadi
7.      Hak perlindungan dari hukuman penjara yang sewenang-wenang
8.      Hak untuk memprotes kelaliman
9.      Hak kebebasan berekpresi
10. Hak kebebasan hati nurani dan keyakinan
11. Hak kebebasan berserikat
12. Hak kebebasan berpindah tempat
13. Hak persamaan dalam hukum
14. Hak mendapatkan keadilan


[1] Tim Penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 292.
[2] Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, P.T. Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hal. 129
[3] Ahmad al-Rasyid, Huquq al-Insan, Maktabah Syuruq al-Dauliyyah: Kairo, 2003, hal. 35
[4] Konsep persamaan manusia ini tercantum dalam al-Qur’an  yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)
[5] LG. Saraswati dkk, Hak Asasi Manusia; Teori, Hukum, Kasus, Filsafat UI Press, Depok, 2006, hal. 7
[6] LG. Saraswati dkk, Hak Asasi Manusia; Teori…, hal. 7
[7] Yefsizawati, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Hukum Islam, Universitas Sumatra Utara, hal. 1.
[8] Yefsizawati,…, hal. 17-18.
[9]Hamid Fahmy Zarkasyi, Hak dan Kebebasan Beragama dalam perspektif Islam, DUHAM dan Keindonesiaan, dalam http: www. Insistent.com, hal 2.
[10]Organisasi Konferensi Islam (OKI) merupakan sebuah organisasi yang beranggotakan seluruh negara-negara muslim. Organisasi ini didirikan pada tahun 1973.
[11] John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Mizan: Bandung, 2002, hlm. 140
[12] Tim Penulis, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, t.th, hlm. 76
[13] Taufiq Abdullah et al, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve; Jakarta, 2002, hlm. 166
[14] Tim Penulis, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, …,hlm. 76
[15] Hamid Fahmy Zarkasyi,…, hlm. 5.
[16] Duham Di Mata Prof. HAMKA, Republika Online, Edisi 10 desember 2009.
[17] Yusuf Qaradhawi, al-Halal Wa al-Haram fi al-Islam, al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 1997, hlm. 165.
[18] Wahbah Zuhaily, Fiqh al-Islamy Wa Adillatuh, Jilid 6, Beirut: Daar al-Fikr, 1985, hlm. 186-188.
[19] Hamid Fahmy Zarkasyi,…, hlm. 3.
[20] www.wikipedia.com
[21] Sebenarnya ide hak-hak asasi manusia di Eropa timbul pada abad ke 17 dan 18 M sebagai bentuk perlawanan terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal pada masa itu. Namun HAM menemukan momentum dan memperoleh kekuatan yang kuat (legitimasi) setelah diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau di Indonesia dikenal dengan istilah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh PBB pada 10 Desember 1948. DUHAM merupakan hasil kerja hak asasi manusia (commission of Human Rights) yang dibentuk pada tahun 1946. Tim Penulis, Ensiklopedi Islam, P.T. Ichtiar Baru Van Hoeven, Jakarta, 2000, hal.282
[22] Suparman, Kontroversi Hak Asasi Manusia Antara Faham Universal dan Partikular , hal 4-5.
[23] Moh. Mahrus, ‘Hak Asasi Manusia dalam Islam: Sebuah Harapan Penegakan dan Landasan Teologis” dalam Akademika Jurnal Studi Keislaman, PPs Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2005, hal. 5-6
[24] Arief Achmad Mangkoesapoetra, HAM menurut Islam, Bandung, 2005


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar Anda

Site Info

Foto saya
Tapeubeudoh Marwah Bangsa..!!

Pengikut

Tapeubeudoh Marwah Bangsa...
PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia
Blog Directory & Search engine
PlanetBlog - Komunitas Blog Indonesia