First Report
“Kesan pertama mendarat di Cairo.. susah nemuin orang jelek! “ Kata Moli sambil melihat ke arahku. Ada dua spekulan disini, apakah aku ganteng, atau justru tergolong orang yang susah ditemukan itu? Entahlah, aku tidak begitu yakin. Kubolak-balik beberapa lembar pecahan dolar sebagai persiapan. Pond Sudan sudah jelas tidak berlaku disini. Sedangkan untuk keperluan migrasi, pasti membutuhkan uang. Secuil rasa ge er tadi hilang di balik rentetan pertanyaan petugas migrasi, nyaris berubah cemas. Mulai dari pertanyan tentang keperluan apa di Cairo hingga minta bukti finansial atau dikenal dengan istilah ‘uang tunjuk’.
Ketatnya proses pemeriksaan di Cairo Airport ada hubungannya dengan tragedi bom bunuh diri di Gereja al-Qiddissin kota Alexandria, saat perayaan misa beberapa waktu lalu. Tekstur wajah tamil oriental seperti aku memang mencirikan seorang teroris. Apalagi Moli dan Kak Liza! Meski tidak bercadar, garis-garis wajah mereka tegas bak Laksamana Malahayati yang memimpin angkatan laut kerajaan Aceh. Beruntung ada Huda dan dan Asy’ari yang kental dengan chinese looking-nya. Sehingga, tidak perlu meniru Syahruk Khan untuk meyakinkan pihak migrasi bahwa ‘we are not a teroris!’
Untungnya, Kenya Airwaisy, maskapai yang kami tuding jam karet ini datang tepat waktu. Sehingga, walau lama sedikit di urusan igrasi, kawan-kawan KMA Mesir tidak terlalu malam menjemput kami. Seloroh kawan-kawan di sudan, “Nyan sang suah ta tulak ilee! (itu pesawat sepertinya harus kita dorong dulu baru bisa terbang). Sama sekali tidak terbukti! Faktanya hari itu, justru kami yang nyaris ketinggalan pesawat.
Salman, Rahmat, Syukran dan kawan-kawan KMA Mesir yang lain sudah lama menunggu di qa’ah intidhar bandara Cairo. Aku dan kawan-kawan terkesima atas ikram yang mereka tunjukkan. Kami disambut bak pejabat negara dalam sebuah kunjungan kenegaraan. Meski Cairo sedang musim dingin, hingga mencapai 15 derajat celcius. Belum lagi sebahagian mereka sedang ujian di Kampus Al Azhar-Cairo yang terkenal syadid dalam penilaian. Mereka masih menyempatkan diri menjemput kami di bandara. Tentunya adegan hug each other (berpelukan) khas timur tengah tidak terlupakan dalam momen seperti ini. Berbeda dengan 'berpelukan' ala Sudan dengan tepuk-tepuk pundaknya, maupun ala Tinky Winky dengan adu perutnya. Di Mesir, hug each other dibumbui dengan sedikit suara...’mmmuach’.
“Ahlan wa sahlan fi mishr!!” Kami disambut lagi di sekretariat KMA Mesir, kawasan Kotameya-Cairo. Tepat jam 11 malam waktu Mesir (satu jam lebih lambat dari Sudan), kami dijamu dengan hidangan khas Aceh! Wow, ‘top markotop’ kalau istilah acara kuliner di televisi. Mahasiswa Mesir memang terkenal jago-jago masak.. “Nyan ka kupateh!” (ini sudah saya percaya).
Malam ini memang melelahkan.. Suhu udara dingin kotameya yang ber-realief perbukitan itu, berpadu dengan kehangatan nuansa kekeluargaan yang ditunjukkan kawan-kawan KMA Mesir, ditambah menu dinner yang ‘leumak mabok’, melenakan alam bawah sadar kami. Rasa kantuk menyerang seketika, kemegahan arsitektur mesir kuno berdansa-dansi di ruang pikir kami. Rasanya tidak sabar menunggu esok tiba. Bahkan, kantung mata ini begitu berat untuk sekedar ‘ngeh’, kalau Moli dan Kak Liza sudah dibawa pergi! Entah kemana..!!
wah... lemak maboooooooook!!! hehe
BalasHapuslike diss..haaha..han eik ta koh!! tidak naik potong..:D
BalasHapus