Belajar Naik Sepeda Lewat Kata-kata

Oleh: Husni Mubarrak A. Latief

Menulis merupakan pekerjaan yang sunyi, telah lama diakui oleh banyak orang. Pekerjaan ini sunyi, senyap, sepi, jauh dari riuh orang ramai. Karena pekerjaan menulis berkait erat dengan usaha mengorganisir alur-pikir dan meruntunkan ide. Piawai mengartikulasikan pikiran dalam untaian kata hingga menjadi sederet kalimat yang ”enak dan penting untuk dibaca”. Maka tak ayal, menulis membutuhkan suasana yang senyap, sunyi, tenang, damai. Agar setiap baris kalimat yang disusun dapat mengalir dengan deras. Tak ubahnya arus sungai yang tak berpenghalang.

Orientasi menulis terletak pada proses (process oriented), bukan pada hasil. Sejatinya menjadi spirit dan filosofi menulis. Yang mematangkan kita menjadi penulis bukanlah keberhasilan menelorkan satu atau dua karya. Melainkan lebih kepada lama tidaknya kita bergumul, bergulat dan berinteraksi dengan seni merangkai kata ini.

Pekerjaan menulis juga meniscayakan kesabaran, ketelatenan, ketekunan. Bukan hal ganjil jika banyak penulis tersohor bertutur bahwa menulis, selain menuntut kita untuk pintar mengorganisir masalah, juga meminta kita piawai dalam menjaga ritme dan alur tulisan dalam satu helaan nafas (baca: runut).

Berangkat dari sini, tajuk pembuka tulisan ini memberikan tamsilan kuat bahwa menulis merupakan suatu keterampilan yang bisa dipelajari, dibentuk, dilatih dan diasah. Tak ubahnya orang belajar mengendarai sepeda. Seni merangkai kata dan kalimat ini juga dapat dibentuk asalkan dijalani dengan serius dan tekun.

Seorang cendekiawan Muslim, Kuntowijoyo, pernah berkata :
"Kunci untuk menjadi penulis hanyalah dengan menulis...menulis...dan menulis...."

*) Penulis adalah Alumni Magister Omdurman Islamic University, Sudan.