Istilah ini tentu tidak asing lagi bagi kita. walimah yang sekarang diartikan pesta pernikahan ternyata telang mengalami generalisasi makna (perluasan makna). Walimah adalah istilah bangsa arab dahulu yang artinya makanan yang dihidangkan pada pesta pernikahan. Untuk soal makanan, bangsa arab ternyata sangat detail. Terbukti dengan beragam istilah yang mereka gunakan. Selain walimah ada istilah lain seperti ma’diah (makanan yang disuguhkan untuk tamu), i’zar (makanan saat acara khitanan), Kharas (makanan saat ada yang melahirkan), naqiah (makanan untuk menyambut anggota keluarga yang baru datang dari perantauan), dan lain sebagainya.
Pada momen kali ini, saya menghadiri walimahan si Hasan penjaga kafetaria tempat saya kuliah. Acaranya juga diadakan di kafetaria, jadi banyak mahasiswa yang hadir. Apalagi mahasiswa asing yang tinggal di flat kampus, ini adalah hiburan tersendiri bagi mereka sekaligus untuk mengenal budaya Sudan lebih dalam.
Di Sudan, walimah diadakan dua kali, pada malam hari dan pagi keesokan harinya. Untuk malam, acara dimulai pukul sembilan malam hingga larut. Bentuk acaranya adalah penghargaan atau ungkapan salute kepada si pengantin laki-laki. Karena dianggap telah berhasil menggenapi imannya. Tapi, simbol penghargaan mereka terbilang unik. Setiap orang berdiri dan mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi ke arah si pengantin. Jadi mirip gerakan rappers, hehe.
Sambil didatangi tamu satu-persatu dengan penghargaan ala rapper itu. Si pengantin laki-laki dihias kedua tangan dan kakinya dengan corak khas sudan. Acara menghias tangan dan kaki ini disebut tahaalub, menggunakan pewarna dari dedaunan yang dikenal dengan daun haalib. Warna yang dihasilkan adalah merah kehitaman. Ternyata budaya menghias tangan dan kaki ini tidak hanya ada di india atau di aceh saja. Namun bedanya, di sudan, yang dihias tangan dan kakinya hanya pengantin laki-laki saja.
Lalu kemana pengantin perempuannya? Acara malam hari memang khusus bagi pengantin laki-laki sebagai bentuk penghargaan atas keberhasilannya menaklukkan wanita. Ya, unsur patriarki memang masih kental di negeri dua nil ini. Sedangkan si pengantin perempuan masih dipingit, dan akan dihadirkan pada keesokan harinya.
Saya agak kaget begitu terdengar hentakan musik secara tiba-tiba. Rupanya di sisi kanan kafetaria telah tersedia keyboard lengkap dengan soundsystem dan...ada biduan-nya juga!!
Inilah inti acara yang ditunggu-tunggu. Saat sang biduan mengalunkan suara merdunya, satu persatu tamu yang hadir berdiri dan melantai...! Tidak jauh beda dengan suasana saat konser dangdut di negara kita. Sebagian besar tamu, laki-laki maupun perempuan larut dalam alunan musik dan gerakan tubuh mereka. Sesekali terdengar suara ekspresi kegembiraan wanita khas timur tengah,
“ey..yay..yay..ya..!! leleleleeleeelleeelleeelee....!!!. ey..yay..yay..ya..!! leleleleeleeelleeelleeelee....ey..yay..yay..ya..!! leleleleeleeelleeelleeelee....!!!.” (Suara ekspresi ini agak susah dibahasakan, bagi yang sering nonton film timur tengah pasti tau ^_^)
Sumber : www.jabanahsadah.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda